Trip kali ini tanpa ada unsur kesengajaan. Awalnya sepulang
dari Pare, saya berniat mengunjungi beberapa teman semasa kuliah di Probolinggo
dan Lumajang. Tapi karena Ibu menyuruh untuk segera pulang, gagal deh rencana
itu. Maklumlah saya bawa sendok kemana-mana. Jadi dicariin deh (sendoknya :p).
Akhirnya saya ubah haluan ke Surabaya.
Siang hari tanggal 24 Febuari 2016, saya bersama beberapa
teman ke stasiun Kediri dengan angkot carteran. Ketiga teman saya langsung naik
kereta jurusan Jakarta, sedangkan saya sendiri pisah dengan kereta Penataran menuju
stasiun Gubeng Surabaya. Yup, let’s start solo backpacking!
Sekitar jam 7 malam saya tiba di Surabaya dengan sambutan
rintik-rintik hujan. Mampir beli cemilan di Alfamart sambil tanya-tanya posisi
penginapan. Saya telah booking My Studio Hotel dari Traveloka seharga Rp
123.324 include breakfast. Murah kan?
Saya pilih hotel ini karena letaknya yang dekat dengan Stasiun Gubeng dan review dari yang pernah menginap disini
lumayan bagus. Konsepnya pun sangat unik seperti dormitory room, yang sekamar isinya rame-rame. Tapi disini tidak
pakai tempat tidur tingkat seperti biasanya, malah lebih mirip tempat tidur
Doraemon yang ditutup pakai tirai plastik.
'kamar' My Studio Hotel
Selesai mandi, saya keluar lagi untuk cari makan.
Tanya-tanya receptionist, tempat
makan ternyata engga jauh dari hotel namanya Gubeng Pojok. Saya makan ayam
penyet yang lumayan nendang pedasnya. Sebenarnya saya ingin coba kuliner malam
di Surabaya, tapi apalah daya badan dan mata engga sepakat. Akhirnya saya balik
ke hotel.
Setelah Sholat Subuh, saya lanjutkan buat tidur lagi.
Hahaha… lumayan. Saat matahari mulai tinggi, saya segera bersiap-siap. Mandi,
sarapan, dan check out. Destinasi pertama
saya adalah Monumen Kapal Selam. Dari penginapan bisa ditempuh dengan berjalan
kaki sekitar 10 menit. Menariknya adalah ada kapal selam raksasa yang nyangsang di tengah kota. Saya pikir ini
mirip Museum Tsunami yang dari kapal terdampar. Ternyata memang sengaja kapal
selam yang dibawa dari pelabuhan. Cara angkutnya pun harus dipotong-potong dan
setelah sampai lokasi baru disambung lagi. Tiket masuk seharga Rp 5.000 ini
plus bonus nonton film dokumenter yang diputar sehari 2x. Tapi sayang saat itu
sepertinya saya adalah pengunjung satu-satunya. Jadi daripada menunggu
ketidakjelasan apakah filmnya diputar atau engga, saya putuskan menunggu yang
jelas-jelas aja, sama kayak nunggu calon suami. Betul kan? Hahaha…
Kapal selam yang 'terdampar'
Saya langsung menuju destinasi selanjutnya, yaitu Museum 10
November dan Monumen Tugu Pahlawan. Saya tanya-tanya angkutan menuju kesana ke
petugas penjaga Monumen Kapal Selam, eh malah disuruh naik taksi. Zonk banget
deh! Akhirnya saya putuskan untuk pakai Go-Jek. Ini sih lebih ke alasan cepat
dan pastinya murah. Rp 15.000 aja lho!
Sampai di Monumen Tugu Pahlawan, saya langsung menuju ke
Museum 10 November. Tiket masuknya seharga Rp 5.000 aja. Menurut saya isi dari
Museum ini sangat menarik apalagi bagi yang menyukai sejarah atau yang mau
lebih tau tentang Surabaya. Oiya, pas datang saya bareng dengan rombongan anak
SD dan pengunjung umum. Lumayan rame untuk ukuran pengunjung di hari kerja.
Saya pun sempat ikutan nonton film dokumenter mengenai tragedi 10 November 1945
bersama rombongan anak SD. Kunjungan dari sekolah ini program yang bagus, kalau
di Depok sih kayaknya sudah engga ada lagi program seperti ini. Buktinya lihat
aja, sekarang lebih banyak orang yang datang ke museum cuma buat selfie aja. Belum lagi barang-barang
peninggalan sejarah dengan enaknya asal dipegang, padahal jelas-jelas ada
tulisan dilarang. Miris!
Isi Museum 10 November
Keluar dari Museum 10 November itu langsung menghubungkan
dengan Monumen Tugu Pahlawan. Monumen ini terletak ditengah lapangan yang luas
dan disudutnya seberangnya berdiri gagah patung Bung Karno dan Bung Hatta
sedang membaca teks Proklamasi. Disekitarnya pun berdiri beberapa patung
pahlawan nasional, termasuk Bung Tomo yang terkenal dengan teriakan lantangnya
“Allahu Akbar!” saat tragedi 10 November 1945. Heroic banget deh!
Tugu Pahlawan di belakang Sang Proklamator
Lanjut perjalanan lagi, kali ini saya menuju Kawasan Ampel
masih dengan transportasi yang sama, Go-Jek. Ngobrol-ngobrol dengan driver-nya,
dia agak bingung tujuan saya kesana dan melihat tampilan saya dengan tas besar
dan jeans. Kebanyakan yang kesana adalah yang mau ziarah. Saya bilang penasaran
dengan Kawasan Ampel itu seperti apa. Saya di wanti-wanti untuk waspada dan
selalu berhati-hati selama disana. Dia cuma bilang, itu daerah rawan untuk
perempuan yang sendirian. Dia sendiri pun agak segan untuk masuk kawasan itu.
Entah apa maksudnya.
Kawasan Ampel itu setiap harinya ramai oleh peziarah makam
Sunan Ampel. Untuk menuju kesana ada banyak lorong yang saling berhubungan
mirip jarring laba-laba, dengan pusatnya Masjid Sunan Ampel dan makam yang ada
disebelahnya. Didalam sini engga cuma ada makam Sunan Ampel, tapi juga makam
ulama dan kyai yang sangat dihormati. Engga mau seperti kejadian di makam Sunan
Gunung Jati Cirebon, saya langsung duduk untuk membaca Al-Fatihah. Baru deh
foto-foto. Oiya, disini sebenarnya kawasan dilarang ambil foto. Saya pun hanya
bisa ambil 1 foto didalam, itupun ngumpet-ngumpet.
Jangan ditiru ya :p
Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel
Dari sini saya bingung mau kemana. Sebenarnya mau ke Museum
Kesehatan alias Museum Santet, tapi koq takutnya kalau nanti disana cuma
sendirian atau lagi sepi pengunjung.Apalagi review
dari orang-orang yang pernah kesana bikin bulu kuduk merinding. Kan engga
lucu kalau baru masuk terus saya lari keluar lagi. Hahaha… skip aja deh, cari tempat yang aman aja.
Akhirnya saya putuskan ke Masjid Cheng Ho aja. Arsitektur
masjid ini mirip dengan klenteng orang-orang Tionghoa dengan kubahnya yang
mirip pagoda. Masjidnya pun sangat kecil, cuma muat untuk 6 shaf aja kalau
penuh. Disisi kanannya ada diorama Laksamana Cheng Ho lengkap dengan miniatur
kapal waktu ekspedisi jalur sutera. Menarik banget! Sayang saat saya kesitu
belum masuk waktunya sholat, masih sekitar 1,5 jam lagi. Penasaran sih apakah
imam atau muadzinnya juga orang Tionghoa atau turunannya Laksamana Cheng Ho.
Saat itu masjid sangat sepi, cuma ada 1 orang yang lagi tidur di pelatarannya.
Bingung mau tanya-tanya ke siapa.
Masjid Cheng Ho yang unik
Perut mulai keroncongan dan saya harus coba kuliner khas
Surabaya, yaitu rujak cingur. Saya browsing
rujak cingur yang terkenal ada di dekat Pasar Genteng. Mengandalkan Go-Jek
lagi, saya langsung meluncur kesana. Sebelum makan, saya cari toko pusat
oleh-oleh. Sambel Bu Rudy dan Almond Cheese titipan orang rumah. Di warung Rujak Cingur Genteng Durasim, saya pilih menu rujak cingur special. Sepiring rujak cingur tersisa cingurnya
yang ternyata engga tega juga buat dimakan semuanya. Hahaha…
Waktu sudah lewat Dzuhur dan matahari lagi genit-genitnya.
Hawanya tuh kayak di tiup pakai angin kompor. Panas banget! Dengan Go-Jek lagi
saya langsung menuju House of Sampoerna karena akan ikut bus tripnya jam 1
siang. FYI, ikut trip disini gratis
lho, tapi harus registrasi dulu ke no telp 031-539000 Ext.24142, Saya sebenarnya kemarin
registrasi untuk trip jam 9 pagi, tapi ternyata full booked. Sehari itu ada 3 trip di jam 9 pagi, 1 siang dan 3
sore. Saya langsung registrasi ulang di meja receptionist. Eh, salah satu guidenya mengenali saya lho. Dia lihat
saya di Monumen Tugu Pahlawan. Mungkin karena saya menarik ya, maksudnya
tampilan saya kayak mau naik gunung jadi pusat perhatiannya. Hehehe… Waktu
menunjukkan sudah hampir jam 1, saya bergegas sholat dan nitip gembolan saya.
Jam 1 kurang 5 menit, peserta trip sudah siap di bus. Bagus
nih bisa on time. Rute yang dilewati
adalah Jembatan Merah, kemudian menuju pemberhentian pertama di Klenteng Tri
Dharma Sukhaloka. Katanya sih itu klenteng tertua di Surabaya. Menarik sih tapi
yang engga tahan itu asap dupanya, bikin batuk-batuk dan mata perih.
Pemberhentian selanjutnya adalah Museum Bank Mandiri Surabaya Kembang Jepun.
Museum tipikal bangunan peninggalan Belanda ini mengingatkan saya pada Museum
Bank Mandiri di Kota Tua Jakarta. Yang menarik disini ada mesin hitung tua yang
engga dijaga apa-apa. Ternyata itu karena beratnya yang bikin susah buat
digeser. Ditantanglah 2 orang bule yang tingginya lebih 2 meter buat geser
mesin ini. Ajaib, ternyata engga bergeser sedikitpun. Wow!
Perjalanan bus ini lebih kurang selama 1 jam dengan 2x
pemberhentian dan banyak cagar budaya yang dilewatinya. Guide itu info bahwa 3x
trip bus ini berbeda-beda. Jam 9 pagi itu berhenti di Monumen Tugu Pahlawan,
makanya bisa ketemu dengan saya. Dan dalam sehari kita hanya bisa mengikuti 1
trip saja. Bila mau ikut rute yang berbeda harus registrasi lagi di hari yang
lain. Nah, karena peserta trip ini ada 3 orang bule dari Belanda dan Jerman,
maka si guide menggunakan 2 bahasa dalam setiap penjelasannya. Makin pengen deh
punya profesi sebagai guide. Ayo semangat belajar lagi!
Jam 2 tepat, kami tiba lagi di House of Sampoerna. Saya
langsung menuju museumnya yang berada 1 gedung dengan pabriknya. Isi museum ini
semua yang berhubungan dengan rokok dan tembakau, ya namanya juga pabrik rokok.
Kita bisa melihat buruh pabrik yang melinting dan mengepak rokok dari atas yang
dilapisi jendela kaca yang besar. Cepet banget lho! Selama kerja mereka
diiringi lagu yang upbeat, mungkin
supaya engga ngantuk ya. Sayangnya kita engga boleh ambil foto disini. Dan
banyak penjaganya pula, engga berani deh nyuri-nyuri
foto :p
Museum yang bau rokok -_-'
Balik lagi ke House of Sampoerna, engga lama taksi datang. Saya langsung bergegas bawa gembolan. Alhamdulillah engga lama hujan turun deras banget. Bahkan sampai masuk tol itu seperti hujan angin. Engga kelihatan apa-apa di jendela. Sampai di bandara tinggal rintik-rintiknya aja. Masih ada waktu 1,5 jam lagi sebelum boarding. Setelah check in dan masukin bagasi, saya menuju ruang tunggu. Sesaat sebelum waktunya boarding malah ada info delay. Oh no… Akhirnya saya keluar lagi menuju mushola. Delay yang awalnya hanya 1 jam, malah nambah lagi jadi 2 jam. Arrggghh… Compliment snack berupa roti dan air mineral engga cukup buat ganjel perut. Mau cari makan pun sudah engga nafsu. Tidur deh :D
Pas saya tersadar ada panggilan boarding. Ternyata di ruang tunggu itu sudah rame banget. Bahkan banyak yang engga kebagian kursi. Dua pesawat delay bikin crowded. Apalagi banyak sumpah serapah. Bikin bete! Perjalanan lancar jaya dan saya lanjutkan tidur. Alhamdulillah akhirnya sampai di Jakarta dengan selamat.
Overall, perjalanan solo backpacking ini Alhamdulillah bisa terlaksana dengan lancar dan aman.Mungkin kalau melihat rutenya itu banyak yang muter-muter. Saya pun baru tersadar karena beberapa kali melewati jalan yang sama. Hahaha… Tapi untuk 2 hari yang full ini saya sangat menikmatinya. Oneday harus coba jalan sendiri di daerah yang lain.Let’s prepare!
Salah satu mimpi yang terlaksana
Solo Backpacking!
24 - 25 Febuari 2015
sudah lama aku agk ke Surabaya, sudah sejak kuliah gak ke sana lagi
BalasHapusMungkin 1 yg gak berubah, Surabaya masih panas bgt mba :p
HapusDi Surabaya jarang ada angkot atau gimana mbak?
BalasHapusAku ada rencana solo traveling jg ke Surabaya, duh deg-degan :D
Ga rute tempat wisata dilewatin angkot mba
HapusPas tanya2 rute sama orang lokal pun disaranin naik taksi -_-"
So, menurut saya sih lbh irit klo sewa motor aja & siapin GPS
Met solo traveling ya mba ;)